Friday, December 5, 2014

Laporan Kunjungan: Museum Wayang

Universitas Tarumanagara

DISUSUN OLEH:

Agnes (915130054)

Janny (915139101)

MATA KULIAH:

Dasar-Dasar Periklanan Kelas B

DOSEN:

Santo Tjhin

1.    Pendahuluan
Museum Wayang adalah salah satu museum yang berada di dekat Museum Fatahillah, tepatnya di Jl. Pintu Besar Utara No. 27, Jakarta Barat. Gedung ini pada awalnya merupakan bangunan Gereja yang dibangun pada tahun 1640 dengan nama “de Oude Holandsche Kerk”. Pada tahun 1732 gedung ini diperbaiki dan diganti namanya menjadi “de Nieuw Holandsche Kerk”. Bangunan ini juga pernah hancur akibat gempa bumi.
Lembaga yang menangani pengetahuan dan kebudayaan Indonesia membeli bangunan ini dan diserahkan kepada “Stichting Oud Batavia” dan tanggal 22 Desember 1939 dijadikan museum dengan nama “Oude Bataviasche Museum”. Tahun 1957 diserahkan kepada Lembaga Kebudayaan Indonesia.
Tanggal 17 Desember 1962, museum ini diberikan kepada Departemen P dan K. Kemudian diserahkan kepada Pemerintah DKI tanggal 23 Juni 1968 untuk kemudian dijadikan Museum Wayang. Dan tanggal 13 Agustus 1975 diresmikan oleh Gubernur KDKI Jakarta Bp. H. Ali Sadikin. Sejak 16 September 2003 mendapat perluasan bangunan hibah dari Baoak Probosutedjo.
Di dalam museum ini terdapat banyak sekali jenis-jenis wayang yang terbuat dari kayu dan kulit ataupun bahan lainnya. Wayang-wayang dari luar negeri pun ada di dalam Museum Wayang, seperti dari Republik Rakyat Tiongkok dan Kamboja. Koleksinya yang mencapai lebih dari 4.000 buah wayang ini terdiri dari wayang-wayang yang bermacam-macam, terdiri atas wayang kulit, wayang golek, wayang kardus, wayang rumput, wayang janur, topeng, boneka, wayang beber, serta gamelan. Umumnya boneka yang dikoleksi di museum ini adalah boneka-boneka yang berasal dari Eropa meskipun ada juga yang berasal dari beberapa negara non-Eropa seperti Thailand, Suriname, Tiongkok, Vietnam, India dan Kolombia.
Setiap hari minggu, terdapat pagelaran rutin yang dilakukan di dalam Museum Wayang. Pagelaran tersebut terdiri dari Wayang Kulit yang berasal dari Surakarta, Yogyakarta, Banyumas, serta Betawi; Wayang Golek; Wayang Orang yang berasal dari Surakarta dan Betawi; Wayang Beber Metropolitan; Animasi 3D; serta Workshop Pembuatan Wayang.
Lebih dalam mengenai isi dari Museum Wayang akan dituliskan sebagai berikut:


-       Wayang Kulit Purwa Ngabean
Wayang Ngabean dibuat pada tahun 1917 oleh keluarga Ngabean. Dalem Ngabean merupakan salah satu rumah bangsawan Yogyakarta yang terkenal karen disamping memiliki koleksi wayang kulit juga karena salah satu pusat kesenian di Yogyakarta. Wayang Ngabean ini merupakan milik dari kakak kandung Sultan. Salah satu kotaknya dapat dijadikan koleksi Museum Wayang. Wayang Ngabean tidak berbeda jauh dengan wayang kulit intan. Bedanya hanya tidak ditaburi dengan intan batu yakut.
-       Wayang Kulit Banjar
Wayang Banjar ini diperkirakan berasal dari zaman kesultanan Demak pada abad ke-16 Masehi. Wayang Banjar dikenal oleh suku Banjar, yang berada di daerah Kalimantan Selatan, Kalimanatan Tengah, dan Kalimantan Timur. Bentuk wayang kulit ini tidak jauh berbeda dengan Wayang Kullit Purwa, hanya kulitnya dari kulit lembu (sapi) dan pewarnaannya dari cak minyak atau kayu, seperti misalnya cat gltek sebagai bahan pewarna yang utama. Tangkai dari wayang ini terbuat dari bambu.
-       Wayang Kulit Sadat
Wayang Sadat dibuat tahu 1985 oleh Suryadi Warnosuhardjo dari Desa Mireng, Kecamatan Trucuk. Beliau adalah seorang guru Matematika asal Sekolah Pendidikan Guru Muhammadiyah (SGO) Klaten, Jawa Tengah. Wayang ini dipergunakan untuk isualisasi keislaman dengan nuansa pesantren, namun masih menggunakan dasar budaya Jawa. Bentuk wayangnya realistik, memakai jubah, tutup kepada seperti sorban, jadi berbeda dengan bentuk wayang kulit lainnya. Cara mempergelarkannya menggunakan panggung, kemudian dibuka dengan iringan bedug dan dalang.
-       Wayang Kulit Wahyu
Munculnya Wayang Wahyu merupakan gagasan dari Booeder Timo Heus Wignyosubroto, seorang pastur dari Surakarta. Pada tahun 1959 setelah diadakan tukar pikiran dengan MM. Atmowijoyo, R. Roesradi Wijoyosawarno dan J. Soetarno, mulai didapat kata sepakat untuk merealisasikannya. Wayangnya dibuat oleh R. Roesradi pada tahun 1960. Lakon/sumber dari Wayang Wahyu berasal dari Kitab Suci Perjanjian Lama dan Baru, dimana di dalamnya tertulis wahyu/ firman-firman Tuhan. Cerita Wayang Kulit Wahyu dimulai dari Nabi Adam dan Siti Hawa berada di surga diganggu oleh setan sehinga diturunkan ke dunia. Wayang ini dibuat untuk kepentingan visualisasi agama Kristen dan dipentaskan setiap hari besar Kristen,
-       Wayang Kyai Intan
                  Wayang ini merupakan karya orang Tionghoa bernama Babah Palim dari Mutilan, Jawa Tengah yang dibuat pada tahun 1870. Wayang Kulit Kyai Intan ini mempunyai spesifikasi tertentu, wandanya sama saja dengan bentuk standar wayang kulit dari Yogyakarta maupun wayang kulit lainnya. Bahan dasar untuk membuat wayang kulit ini adalah kulit kerbau pilihan dengan tebal dan kehalusan kulitnya. Cat yang dipergunakan untuk menyungging wayang kulit intan tidak sama dengan cat yang dipergunakan sekarang ini, yaitu cat sakura.
-       Gamelan Kyai Intan
                  Gamelian Kyai Intan ini merupakan satu set dengan Wayang Kyai Intan, yang diprakarsai oleh Babah Poli" dan dibuat oleh Ki Guno Kerti pada tahun 1870 di Mutilan Jawa Tengah, dengan laras Pelog dan Selendro. Gamelan ini menjadi koleksi Museum Wayang pada tahun 1975.
-       Wayang Golek Elung Bandung
                  Wayang Golek Elung Bandung dibuat tahun 1965 karya R. S. Prawiradilaga, seorang tokoh budayawan, Almarhum Sulaeman Prawiradilaga, atau lebih dikenal dengan nama panggilan Pak Sule, seorang pensiunan Wedana, yang mengkhususkan dirinya menciptakan wayang golek "Elung" ciptaannya, mengungkapkan cerita lain dari asal-usul Wayang Golek Purwa Sunda di Priangan. Museum Wayang telah berhasil menghimpun koleksi Wayang Golek Purwa "Elung" buah tangan Pak Sule, dengan bahan dari kayu cendana dari tahun 1975 sampai tahun 1980 sebanyak 126 buah. Menurut Pak Sule, Wayang Golek Sunda baru mulai dikenal di Priangan, khususnya di Sumedang.
-       Wayang Golek Menak Kebumen
                  Pada waktu agama Islam masuk ke Jawa, cerita-cerita Agama Islam juga menyertainya. Cerita Menak yang terkenal adalah cerita Amir Hamzah paman Nabi Muhammad. Dalam kisah Menak berbahasa Jawa nama-nama tokoh Islam dijadikan nama-nama tokoh Jawa, misalnya Amir Hamzah menjadi Wong Agung Menak Jayengrana. Umar menjadi Umarmaya, dan lain-lain. Kata menak berarti bangsawan. Wayang golek pertama kali dibiuat oleh Sunan Kudus.


-       Wayang Sasak NTB
                  Wayang Kulit Sasak berasal dari Lombok, Nusa Tenggara Barat. Disebut Sasak karena pembuatannya berasal dari etnis Sasak. Penatah Wayang Sasak sampai saat ini ialah Amak Rahimah. Dulu, wayang Sasak dipergunakan untuk berdakwah agama Islam di pulau Lombok. Bentuk wayang Sasak mirip dengan wayang kulit Gedog. Cerita wayang Sasak mengisahkan Amir Hamzah (paman Nabi Muhammad SAW). Amir Hamzah dalam Wayang kulit Sasak, namanya diganti sesuai dengan nama Indonesia (Jawa) yaitu Wong Agung Menak Jayengrana. Pedoman yang dipakai huruf bahasa Jawa, diambil dari serat Menak karangan Yosodipura.
-       Wayang Kulit Tejokusuman
                  Wayang Kulit Tejokusuman dibuat tahun 1946. Tatahan dari wayang ini rumit dan sunggingannya halus, seperti Wayang Ngabean dan Wayang Kyai Intan. Perbedaan mendasar adalah karena badan wayang diwarnai krem, sedangkan wayang yang umum berwarna kuning keemasan Prada Mas atau Brons. Pembuatan wayangnya termasuk tradisional yaitu mencari bulan dan hari yang baik menurut hitungan Jawa.
-       Blencong
                  Sebelum dikenal adanya lampu yang menggunakan listrik, pertunjukan wayang kulit pada masa itu masih menggunakan lampu penerang pada layar/ geber dengan memakai bahan bakar minyak kelapa yang diberi sumbu dari lowe atau benang kapas (bahan untuk tenun pakaian). Lampu berbasis minyak tersebut itulah yang dinamakan Blencong. Dalam tata pamer kali ini, Museum Wayang menghadirkan koleksinya berupa Blencong untuk dipamerkan sebagai wujud pembelajaran. Blencong yang ada di Museum Wayang merupakan sumbangan dari Kolonel (Purn) Casel A Heshisius, perwira kerajaan yang berasal dari Den Haag, Belanda.
-       Wayang Revolusi
                  Tahun 1950-an RM Sayid membuat "Wayang Perdjoeangan", (sekarang dikenal dengan nama Wayang Revolusi). Perangkat wayang yang istimewa ini dibeli oleh Wereldmuseum (dulu Museum Voor Vol Kenkunde atau Museum Ilmu Bangsa-Bangsa) di Rotterdam. Wayang Revolusi tidak pernah memiliki naskah cerita tertulis sehingga pagelaran wayang tersebut tidak memiliki pakem yang khusus. Pada umumnya pagelaran wayang ini mengambil cerita dari berbagai sumber sejarah nasional Indonesia dan disesuaikan dengan tokoh-tokoh wayang yang ada.

2.    Metode Penelitian
Untuk penelitian ini , kami menggunakan metodologi penelitian kualitatif. Dengan pemilihan metodologi ini, kami akan menggunakan metode penelitian fenomenologis, dimana kami dengan pengalaman kami pergi ke Museum Wayang dan menganalisisnya dari perspektif partispan.

3.    Hasil Penelitian dan Pembahasan
            Berdasarkan analisis yang kami lakukan, kami menemukan bahwa Museum Wayang memang memiliki kekurangan dan kelebihan. Hal ini dilihat dari berbagai aspek, dari eksterior, interior, isi, maupun staff yang bekerja di dalam.
            Di bawah ini akan kami jabarkan kekurangan dari Museum Wayang:
Ø  Tidak terlihat seperti museum. Dari depan, jika tidak ada plang bertuliskan "Museum Wayang" di atas pintu masuk, orang tidak akan mengetahui bahwa itu adalah museum. Ditambah dengan warna gedung yang hanya bercatkan putih dengan jendela hijau, membuatnya tidak terlalu mencolok dan menarik.
Ø  Staff yang tidak tersebar dengan baik. Saat kami masuk ke dalam, beberapa staff berkumpul di konter depan tempat membeli tiket masuk. Padahal konter itu cukup dijaga oleh seorang atau mungkin dua orang jika perlu. Dan saat di dalam, hanya ada sedikit staff yang berada di dekat wayang-wayang dan siap menjawab pertanyaan yang mungkin ingin ditanyakan oleh pengunjung. Bahkan saat kami berkunjung, hanya ada seorang staff yang berada di lantai 2 dan tidak ada lagi sampai kami sampai di tempat penjualan souvenir.
Ø  Pencahayaan yang tidak baik. Hal ini paling parah terjadi sejak lorong yang menghubungkan ruangan dimana boneka-boneka mancanegara dipajang dengan ruangan dimana Gamelan Kyai Intan diletakan.
Ø  Lampu yang tidak berfungsi sama sekali. Hal ini terjadi di lorong setelah ruangan dimana Gamelan Kyai Intan diletakan. Di lorong yang menurun itu, diletakan pajangan-pajangan wayang di samping kiri. Sayangnya lampunya tidak berfungsi sama sekali sehingga sangat sulit untuk melihat wayang yang dipajang. Hal ini tentu menurunkan minat pengunjung untuk menikmati, dan mungkin saja bahkan tidak disadari adanya wayang yang dipajang karena gelap.
Ø  Cerita dari staff yang cukup menakuti. Kami sempat menanyakan kepada salah seorang staff, tepatnya yang berada di lantai 2, dan beliau bercerita bahwa beliau sering kali berpapasan atau merasakan adanya mahluk halus saat ia berjaga malam di Museum Wayang. Walau ceritanya mungkin menarik, tetap saja hal itu akan menakuti pengunjung dan menurunkan minat untuk kembali lagi ke Museum Wayang.
Ø  HPL yang rusak. Kembali hal ini kami temukan di lorong setelah ruangan dimana Gamelan Kyai intan diletakan. Entah memang karena tidak disadari atau dikarenakan perawatan yang kurang baik.
Ø  Brosur yang kurang menarik. Brosur dari Museum Wayang untuk turis lokal kurang menarik, dimana warna dasarnya yang berwarna biru muda kurang menarik. Desainnya pun bisa dibilang biasa saja, tidak membuat orang jadi ingin kembali melihat atau membacanya. Tulisan dari brosur pun pada bagian sejarah ada yang disingkat-singkat. Bagi orang yang memiliki selera literasi tinggi, hal ini tentu menurunkan niat untuk kembali membaca.
Ø  Staff museum yang kurang inisiatif. Hal ini kami rasakan karena kami harus meminta brosur itu langsung dari staff. Padahal ekspektasi kami, brosur akan diberikan pada kami saat kami membeli tiket masuk, tapi ternyata kami harus memintanya di akhir kunjungan kami.
Ø  Sirkulasi udara kurang baik. Kami merasa di dalam museum sirkulasi udara tidak terjadi dengan baik sehingga terasa agak panas dan pengap di dalam.
Meski terdapat kekurangan, bukan berarti Museum Wayang tidak memiliki kelebihan. Di bawah ini akan kami jabarkan kelebihan dari Museum Wayang:
Ø  Koleksi wayang yang banyak dan lengkap. Wayang-wayang yang ada di dalam Museum Wayang sangat beragam jenisnya. Koleksi wayangnya juga berasal dari berbagai daerah di Indonesia sehingga tentunya dapat dikatakan cukup lengkap. Bukan hanya beragam, wayangnya juga dirawat dengan baik.
Ø  Dilengkapi boneka mancanegara. Mungkin hal ini dianggap pelengkap, tapi dengan adanya boneka-boneka mancanegara, tentunya membuat Museum Wayang semakin lengkap koleksinya. Tidak hanya berasal dari daerah Asia seperti Republik Rakyat Tiongkok, juga ada yang berasal dari tanah Eropa seperti Rusia.
Ø  Terdapat toko souvenir yang cukup lengkap. Terdiri dari wayang golek, wayang kulit, wayang kaca, buku-buku pewayangan, gantungan kunci, dan sebagainya.
Ø  Staff yang ramah. Meskipun tidak tersebar dengan baik, para staff yang berada di Museum Wayang sangat ramah dan bersahabat.
Ø  Terdapat brosur dalam berbagai macam bahasa. Tidak hanya dalam bahasa Indonesia, brosur Museum Wayang terdapat juga dalam bahasa Mandarin, dan lain-lain.
Ø  Terdapat penjelasan mengenai wayang dalam bahasa Inggris. Hal ini akan memudahkan turis mancanegara untuk mengetahui apa yang tertulis mengenai wayang yang dipajang di Museum Wayang.
           
4.    Implikasi Teori
            Dari analisa kami saat mengunjungi Museum Wayang, kami melihat beberapa teori yang bisa diimplikasikan ke dalam museum ini. Baik dalam penataan cahaya, landmark, dan juga komunikasi.
Dibawah ini teori-teori yang bisa diimplikasikan ke dalam Museum Wayang:
Ø  Teori Tata Letak
            Penempatan lokasi museum dapat bervariasi, mulai dari pusat kota sampai ke pinggiran kota. Pada umumnya sebuah museum membutuhkan dua area parkir yang berbeda, yaitu area bagi pengunjung dan area bagi karyawan. Area parkir dapat ditempatkan pada lokasi yang sama dengan bangunan museum atau disekitar lokasi yang berdekatan. Untuk area diluar bangunan dapat dirancang untuk bermacam kegunaan dan aktivitas, seperti acara penggalangan sosial, event dan perayaan, serta untuk pertunjukan dan pameran temporal.
            Dalam implikasinya, museum ini ada di pusat kota sehingga dapat dengan mudah dijangkau oleh masyarakat. Tetapi, museum ini tidak memiliki lapangan parkir sendiri dikarenakan daerah museum ini terletak bersama-sama dengan beberapa museum lainnya sehingga sulit untuk memarkir kendaraan. Untuk area di luar museum, terdapat alun-alun kota yang langsung dapat digunakan jika ada event, perayaan, pertunjukan, dan lain-lain.
Ø  Teori Pencahayaan
            Kebutuhan dan sistem pencahayaan akan berbeda menyesuaikan fungsi ruang dan jenis display. Sebagai contoh, sebuah museum sejarah alam mungkin hanya perlu distribusi umum minimal sementara pada kasuseksibisi diberikan pencahayaan pada display. Pada ruang eksterior,pencahayaan dan pencahayaan ruang luar dapat digunakan untuk mendramatisir dan memperlihatkan tampilan museum.
            Kerusakan akibat cahaya bersifat kumulatif dan tak terhindarkan. Energi dari cahaya mempercepat kerusakan. Energi ini dapat menaikkan suhu permukaan benda dan dengan demikian menciptakan iklim-mikro dengan berbagai tingkat kelembaban relatif dan reaktivitas kimia. Pencahayaan dapat menyebabkan koleksi memudar, gelap, dan mempercepat penuaan.
            Cahaya yang terlihat adalah kombinasi dari berkas cahaya merah, jingga, kuning, hijau, biru, dan ungu. Panjang gelombang cahaya ini adalah 400-700 nanometer (nm). Rentang ultraviolet adalah 300-400 nm. Cahaya di kisaran biru hingga akhir dari spektrum ultraviolet memiliki energi lebih dan dapat lebih merusak objek.
            Karena tidak satupun sinar ultraviolet (UV) atau inframerah (IR) yang boleh mempengaruhi tampilan, keduanya harus dihilangkan sepenuhnya dari area pameran, area penyimpanan koleksi, dan area penanganan. Dua sumber utama sinar UV adalah sinar matahari (pencahayaan alami) dan lampu neon (pencahayaan buatan).
            Dalam implikasinya, museum ini memiliki tata pencahayaan yang tidak baik. Karena pada beberapa ruangan dan lorong di museum, memiliki pencahayaan yang sangat minim sehingga sulit untuk melihat. Terlebih pada ruangan display terakhir, wayang yang dipamerkan dalam etalase sama sekali tidak diberikan lampu sehingga wayang tersebut tidak dapat terlihat.
Ø  Teori Peranan: Peranan yang Diharapkan VS Peranan yang Dimainkan
Dalam teori komunikasi dua orang, khususnya dalam interaksi sosial, disebutkan bahwa setiap manusia memiliki peranan. Sebuah peranan secara sederhana merupakan seperangkat norma yang berlaku bagi subkelas tertentu dalam masyarakat. Dan dalam banyak situasi, peranan yang diharapkan dan yang dimainkan seseorang bisa amat berbeda. Hal ini disebut dengan ‘peranan yang diharapkan versus peranan yang dimainkan’.
Dalam implikasinya terhadap staff yang ada di Museum Wayang, staff seakan memainkan peran yang tidak atau kurang sesuai dengan yang diharapkan. Dimana mereka sebenarnya diharapkan ketersediaannya untuk berada dan tersebar di dalam Museum Wayang untuk menjawab dan menerangkan isi dari Museum Wayang. Namun mereka malah berkumpul di konter karcis untuk duduk-duduk dan bercanda.
Sementara yang berada di dalam, meskipun memainkan peranan mereka sebagai guide, tetap kurang sesuai. Dimana salah satu staff yang kami sempat ajak bicara, menceritakan bagaimana ia merasakan dan ‘bertemu’ dengan mahluk halus yang seharusnya tidak ia lakukan. Karena meskipun terdengar menarik, hal itu bisa saja mengurungkan niat pengunjung untuk datang kembali.
Ø  Teori Bauran Pemasaran Kottler
Didalam pemasaran terdapat bauran pemasaran. Bauran pemasaran ialah serangkaian variabel pemasaran terkendali yang dipakai oleh perusahaan  untuk menghasilkan tanggapan yang dikehendaki perusahaan dari pasar   sasarannya (Kotler 1984, 41). Bauran pemasaran terdiri dari segala hal  yang bisa dilakukan perusahaan untuk mempengaruhi permintaan atas  produknya. Beberapa kemungkinan itu bisa dikumpulkan kedalam empat  variabel yang dikenal sebagai “ 4 P” yaitu :
1.      Product (produk)
Segala sesuatu yang dapat ditawarkan kedalam pasar untuk diperhatikan, dimiliki, dipakai, atau dikonsumsi sehingga dapat memuaskan suatu keinginan atau kebutuhan.
2.      Price (harga)
Definisi harga adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan oleh konsumen untuk mendapatkan produk
3.      Place (tempat)
Definisi tempat adalah berbagai kegiatan yang membuat produk terjangkau oleh sasaran konsumen.
4.      Promotion (promosi)
Definisi promosi adalah kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan untuk menonjolkan keistimewaan-keistimewaan produknya dan membujuk konsumen agar membelinya.
Dalam implikasinya terhadap bagaimana Museum Wayang memasarkan dirinya, Museum Wayang seakan kurang aktif dan terkesan sangat pasif. Meskipun berlokasi di tempat yang cukup strategis, yaitu di Kota, dan harga tiket masuk yang murah, Museum Wayang seakan tidak bisa menggunakan kelebihan itu dan tidak memaksimalkan kegiatan promosi. Bukan hanya itu, Museum Wayang juga seperti tidak memanfaatkan sarana yang ada di dekatnya. Jika saja Museum Wayang membuat sebuah event tentang perwayangan dengan gaya modern, bukan hanya akan menarik masyarakat untuk berkunjung, tapi juga memperkenalkan wayang-wayang yang ada di dalam msuseum tersebut.
5.    Kesimpulan
            Menurut kami, museum ini akan memiliki lebih banyak pengunjung apabila infrastrukturnya diperbaiki. Seperti dengan menambah atau memperluas lahan parkir sehingga para pengunjung dapat memarkirkan kendaraannya dengan mudah. Museum ini juga perlu memperbaiki penerangan dalam museum agar pengunjung dapat melihat apa yang dipamerkan dengan jelas. Karena pencahayaan yang buruk tentu mengurangi niat pengunjug untuk kembali. Pihak museum juga perlu memperbaiki siklus udara dalam museum untuk menghindari rasa panas dan pengap. Selain itu lantai, HPL, serta display yang rusak perlu diganti.
Selain itu, para staff dari Museum Wayang harus diberi pelatihan dan pengertian mengenai bagaimana mereka seharusnya bekerja dalam museum. Penyebaran yang tidak merata dan sulitnya menemukan mereka di dalam museum tentunya membuat pengunjung membuat pengunjung enggan datang kembali. Sebaiknya para staff yang berada di konter karcis, dengan inisiatif mereka sendiri, langsung memberikan brosur Museum Wayang. Hal ini bukan masalah butuh atau tidaknya pengunjung, tapi hal ini merupakan hal yang seharusnya menjadi kewajiban dari staff. Dengan memberikan brosur, secara tidak langsung akan memudahkan pengunjung untuk mengenal Museum Wayang secara umum.
Dan terakhir, publikasi akan Museum Wayang harus ditingkatkan. Bukan hanya untuk menarik pengunjung untuk datang, tapi juga untuk melestarikan kebudayaan Indonesia yang membanggakan, yaitu wayang.

Daftar Pustaka

Brosur Resmi Museum Wayang
Rakhmat, Jalaluddin (2002). Psikologi Komunikasi. Bandung, PT Remaja Rosadkarya.
Website Resmi Museum Wayang (http://www.museumwayang.com) – Senin, 24 November 2014. 20.17 WIB.
Wikipedia (http://id.wikipedia.org/wiki/Museum_Wayang) – Senin, 24 November 2014. 20.30 WIB.
http://e-journal.uajy.ac.id/3288/4/2TA12274.pdf - Rabu, 26 November 2014. 17.23 WIB.
http://kumpulan-teori-skripsi.blogspot.com/2011/04/teori-pemasaran-menurut-kotler.html - Kamis, 27 November 2014. 17.34 WIB.


Lampiran

Gambar 1: Tampilan depan Museum Wayang.

Gambar 2: Wayang Gatot Kaca yang berada di dekat konter karcis.

Gambar 3: Salah satu koleksi boneka luar negri milik Museum Wayang.

Gambar 4: Display wayang-wayang di lantai 2 Museum Wayang. Untuk ruangan ini, penerangan masih terjaga dan terawat dengan baik.

Gambar 5: Gamelan Kyai Intan. Dapat dilihat bahwa penerangan ruangan ini tidak baik.

Gambar 6: Salah satu display wayang dalam museum. Display ini berada di ruangan yang sama dengan Gamelan Kyai Intan dan semakin membuktikan kurangnya pengertian pengelola museum akan penerangan pada display.

Gambar 7: salah satu display yang berada di samping lorong setelah ruangan Gamelan Kyai Intan. Terlihat sekali bahwa tidak ada pencahayaan apapun yang digunakan untuk menerangi display ini.

Gambar 8: HPL yang rusak parah di dalam Museum Wayang. Tepatnya, masih, berada di lorong setelah ruangan Kyai Intan.